Kamis, 23 Juli 2009

POLITIK SANGAT MEMIKAT DIMATA MANUSIA (Berita SBB 2)


إن الحمد لله ، نحمده ونستعينه ونستغفره ، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ، وسيئات أعمالنا

من يهده الله فلا مضل له ، ومن يضلل فلا هادي له ، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله .

والصّلاة والسّلام على محمّد وعلى آل محمّد

(كلّكم راع وكلّكم مسؤل عن رعيّته)

رواه مسلم

===================




POLITIK SANGAT MEMIKAT DIMATA MANUSIA

Oleh yang mengatasnamakan "Hamba Allah"


"Abu Dzar al-Ghifari saat meminta kepada Rasulullah SAW agar diangkat pejabat. Sambil menepuk-nepuk pundak sahabatnya Nabi SAW berkata, ''Tidak, Abu Dzar, engkau orang lemah. Ketahuilah, jabatan itu amanah. Ia kelak di hari kiamat merupakan kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi orang yang mendapatkannya dengan benar dan melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan benar pula.'' (HR Bukhari).

Imam Nawawi menyatakan hadis diatas adalah pedoman dasar dlm politik. Politik dapat menjadi sumber petaka bagi org yg tidak mampu. Sebaliknya, politik dapat pula menjadi ladang pengabdian bagi org yg mampu. Politik bukan sesuatu yg buruk. Ia ibarat pisau bermata dua; bisa baik dan bs buruk.

Ia menjadi baik dg 3 syarat, seperti disebut dlm hadis di atas, yaitu berada di tangan orang yg tepat (capable ), diperoleh dg cara yg benar (acceptable ), dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bgi kesejahteraan rakyat (responsible ).

Sayangnya dlm percaturan politik, org acap kali membinanya dg satu mata, yaitu bagaimana merebut dan mencapai tahta, bukan bagaimana mempertanggungjawabkannya kepada rakyat, dan terlebih lagi kepada Tuhan.

Diakui, tahta memang menggiurkan. Sebab, dg tahta, orang membayangkan dapat mencapai semua impian dan keinginannya. Menurut Imam Ghazali, dibanding harta, tahta jauh lebih menggoda. Ada 3 alasan mengapa demikian:

1. Tahta dapat menjadi alat (wasilah) untuk memperbanyak harta. Dg tahta, seorang bisa memperkaya diri. Tidak demikian sebaliknya. Orang yang telah menghabiskan seluruh hartanya, tdk dg sendirinya ia bisa mencapai tahta.

2. Pngaruh kekuasaan relatif lebih kuat. Harta, kata Imam Ghazali, bisa hilang/berkurang karena inflasi. Tidak demikian dg kekuasaan. Kekuasaan dlm arti pengaruh seorang pemimpin di hati para pengikut dan pendukungnya, tak akan pernah hilang dan berkurang.

3. Kekuasaan menimbulkan dampak popularitas yg sangat luas. Begitu se-org memenangkan PEMILU, maka namanya akan terkerek tinggi. Dlm sekejap, ia akan dikenal dan tersohor di seluruh negeri, bahkan di seluruh dunia. Tak heran bila kekuasaan terus diburu/diperebutkan oleh manusia sepanjang masa.

Mmm……. Rupanya manis juga yah yg namanya "Politik".

Tp awas loh terjebak dlm perangkatnya…

=============================

Dikirim oleh Saudara kita yang mengatasnamakan "Hamba Allah" di meja redaksi SBB. Saya yakin dr rekan2 SBB juga yg tidak mau menyebutkan nama aslinya, Tp tidak mengapa, lagian-kan SBB hanya menyirat efek baiknya, bukan dr siapa sumber berita itu. Ingat dlm semboyan SBB "انظر ما قال ولا تنظر لمن قال " (Pandanglah pada perkataannya, dan jangan melihat pada orang yang mengatakannya).

===============================

Komentar.

=======

Hujjah Almanhaj berkata dlm "Pesan Dinding" : Yupz bnr bgt tuh... "dlm berpolitik minimalnya 3 syarat tidak blh tidak musti harus dominan seperti yg tersurat dlm hadis di atas, yaitu berada di tangan yg tepat (CAPABLE ), diperoleh dg cara yg benar (ACCEPTABLE ), dan dipergunakan untuk sebenar-benarnya bgi kesejahteraan rakyat (RESPONSIBLE )."

dan mungkin ini penting saya sampaikan pada rekan2 SBB sekalian khususnya mengenai POLITIK PRAKTIS, sebaiknya menurut saya pribadi para KIYAI jangan terjun langsung lah, lebih baik dan lebih bagus menjadi 3P (Pengeyom, Pengarah, Penasihat) agar sifat dan sikap kefitrahannya yg mulia kian terjaga dan lestari di sepanjang masa, terlebih akan PENGARUH beliau2 di mata publik akan menurun drastis kl terlibat langsung POLITIK PRAKTIS.

jujur saya merasakan sangat sedih kl para KIYAI turut menyelami dunia POLITIK yg bukan sepantasnya di sandang oleh beliau2

===============================


Catatan SBB


Dari Ammar bin Yasar, ia berkata,

ثلاث من جمعهنّ فقد جمع الإيمان الإنصاف من نفسك وبذل السّلام للعالَم والإنفاق من الإقتار

"Ada tiga hal yang siapa menghimpunnya, berarti ia telah menghimpun iman, yaitu : adil dari dirimu sendiri, menyebarkan salam ke alam semesta, dan infak dalam keadaan miskin."
-----------------------------------

INTRAKSI SOSIAL DALAM KEHIDUPAN MUSLIM.

Manusia adalah makhluq sosial, dia tak bisa hidup seorang diri, atau mengasingkan diri dari kehidupan bermasyarakat. Dengan dasar penciptaan manusia yang memikul amanah berat menjadi khalifah di bumi, maka Islam memerintahkan ummat manusia untuk saling ta’awun, saling tolong-menolong, untuk tersebarnya nilai rahmatan lil alamin ajaran Islam. Maka Islam menganjurkan ummatnya untuk saling ta’awun dalam kebaikan saja dan tidak dibenarkan ta’awun dalam kejahatan ( QS Al Maaidah:2)

Untuk itu manusia selalu memerlukan orang lain untuk terus mengingatkannya, agar tak tersesat dari jalan Islam. Allah SWT mengingatkan bahwa peringatan ini amat penting bagi kaum muslimin.

Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman” (Adz Dzariyat: 55)

Bahkan Allah SWT menjadikan orang-orang yang selalu ta’awun dalam kebenaran dan kesabaran dalam kelompok orang yang tidak merugi hidupnya. (QS: Al Ashr: 1-3). Maka hendaknya ummat Islam mngerahkan segala daya dan upayanya untuk senantiasa mengadakan tashliihul mujtama’, perubahan ke arah kebaikan, pada masyarakat dengan memanfaatkan peluang, momen yang ada.

Jika kita berada di bulan Ramadhan maka bisa melakukan ta’awun, misalnya dengan saling membangunkan untuk sahur, mengingatkan pentingnya memanfaatkan waktu selama menjalankan puasa. Mengingatkan agar jangan menyia-nyiakan puasa dengan amalan yang dilarang syari’at, dsb. Di bulan Syawal, lebih ditingkatkan lagi dengan hubungan sosial yang berkelanjutan, mengesankan. Bulan Dzulhijjah juga momen penting untuk merajut kembali benang-benang ukhuwah. Tentu saja hari-hari selain itu perlu kita tegakkan aktivitas-aktivitas sosial yang memang merupakan seruan Islam.

Silaturrahmi

Islam menganjurkan silaturahim antar anggota keluarga baik yang dekat maupun yang jauh, apakah mahram ataupun bukan. Apalagi terhadap kedua orang tua. Islam bahkan mengkatagorikan tindak “pemutusan hubungan silaturrahmi” adalah dalam dosa-dosa besar. “Tidak masuk surga orang yang memutuskan hubungan silaturahim” (HR. Bukhari, Muslim)

Memuliakan tamu

Tamu dalam Islam mempunyai kedudukan yang amat terhormat. Dan menghormati tamu termasuk dalam indikasi orang beriman. “…barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya” (HR. Bukhari, Muslim)

Menghormati tetangga

Hal ini juga merupakan indikator apakah seseorang itu beriman atau belum. “…Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia memuliakan tetangganya” (HR. Bukhari, Muslim)Apa saja yang bisa dilakukan untuk memuliakan tetangga, diantaranya:

- Menjaga hak-hak tetangga
- Tidak mengganggu tetangga
- Berbuat baik dan menghormatinya
- Mendengarkan mereka
- Menda’wahi mereka dan mendo’akannya, dst.

Saling menziarahi.

Rasulullah SAW, sering menziarahi para sahabatnya. Beliau pernah menziarahi Qois bin Saad bin Ubaidah di rumahnya dan mendoakan: “Ya Allah, limpahkanlah shalawat-Mu serta rahmat-Mu buat keluatga Saad bin Ubadah”. Beliau juga berziarah kepada Abdullah bin Zaid bin Ashim, Jabir bin Abdullah juga sahabat-sahabat lainnya. Ini menunjukkan betapa ziarah memiliki nilai positif dalam mengharmoniskan hidup bermasyarakat.

Abu Hurairah RA. Berkata: Bersabda Nabi SAW: Ada seorang berziyaroh pada temannya di suatu dusun, maka Allah menyuruh seorang malaikat (dengan rupa manusia) menghadang di tengah jalannya, dan ketika bertemu, Malaikat bertanya; hendak kemana engkau? Jawabnya; Saya akan pergi berziyaroh kepada seorang teman karena Allah, di dusun itu. Maka ditanya; Apakah kau merasa berhutang budi padanya atau membalas budi kebaikannya? Jawabnya; Tidak, hanya semata-mata kasih sayang kepadanya karena Allah. Berkata Malaikat; Saya utusan Allah kepadamu, bahwa Allah kasih kepadamu sebagaimana kau kasih kepada kawanmu itu karena Allah” (HR. Muslim).

Memberi ucapan selamat.

Islam amat menganjurkan amal ini. Ucapan bisa dilakukan di acara pernikahan, kelahiran anak baru, menyambut bulan puasa. Dengan menggunakan sarana yang disesuaikan dengan zamannya. Untuk sekarang bisa menggunakan kartu ucapan selamat, mengirim telegram indah, telepon, internet, dsb. Sesungguhnya ucapan selamat terhadap suatu kebaikan itu merupakan hal yang dilakukan Allah SWT terhadap para Nabinya dan kepada hamba-hamba-Nya yang melakukan amalan surga. Misalnya; “Sampaikanlah kabar baik, kepada mereka yang suka mendengarkan nasihat dan mengikuti yang baik daripadanya” (Az Zumar: 17). “Maka Kami memberi selamat kepada Ibrahim akan mendapat putra yang sopan santun (sabar)”. (Al Maidah: 101), Rasulullah SAW juga memberikan kabar gembira (surga) kepada para sahabatnya semisal, Abu bakar RA, Umar bin Khaththab RA, Utsman RA, Ali RA, dsb.

Peduli dengan aktivitas sosial.

Orang yang peduli dengan aktivitas orang di sekitarnya, serta sabar menghadapi resiko yang mungkin akan dihadapinya, seperti cemoohan, cercaan, serta sikap apatis masyarakat, adalah lebih daripada orang yang pada asalnya sudah enggan untuk berhadapan dengan resiko yang mungkin menghadang, sehingga ia memilih untuk mengisolir diri dan tidak menampakkan wajahnya di muka khalayak. “Seorang mukmin yang bergaul dengan orang lain dan sabar dengan gangguan mereka lebih baik dari mukmin yang tidak mau bergaul serta tidak sabar dengan gangguan mereka” (HR. Ibnu Majah, Tirmidzi, dan Ahmad).

Memberi bantuan sosial.

Orang-orang lemah mendapat perhatian yang cukup tinggi dalam ajaran Islam. Kita diperintahkan untuk mengentaskannya. Bahkan orang yang tidak terbetik hatinya untuk menolong golongan lemah, atau mendorong orang lain untuk melakukan amal yang mulia ini dikatakan sebagai orang yang mendustakan agama. “Tahukah kamu orang yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin” (Al Maa’un: 1-3).