Rabu, 12 Agustus 2009

HAKIKAT SHOLAT (Berita SBB 5)


إن الحمد لله ، نحمده ونستعينه ونستغفره ، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ، وسيئات أعمالنا من يهده الله فلا مضل له ، ومن يضلل فلا هادي له ، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله .

والصّلاة والسّلام على محمّد وعلى آل محمّد

اعوذ بالله من الشّيطان الرّجيم

( واستعينوا بالصّبر والصّلاة ) البقرة 45

صدق الله العظيم

==============

HAKIKAT SHOLAT

Lima belas abad lalu Rasul SAW sekembali dari perjalanan Isra', membawa petunjuk Ilahi tentang salat lima kali sehari, kewajiban yang diketahui oleh semua muslim dari generasi ke generasi. Menghadapkan jiwa raga kepada Tuhan merupakan kewajiban keagamaan, karena diyakini bahwa Tuhan menguasai alam raya. Dia menciptakan, mengatur, dan menetapkan hukum-hukum (alam) menyangkut sistem dan tata kerjanya. Dia menguasai hidup dan kehidupan. Manusia, lebih-lebih para ilmuwan membutuhkan kepastian tentang tata kerja alam ini demi pengembangan ilmu dan penerapannya. Kepastian ini tidak dapat diperoleh kecuali dengan keyakinan adanya pengendalian dan penguasa tunggal yang Maha Esa itu, Allah SWT.

Dengan salat, hati, pikiran, lisan, dan anggota tubuh, mengejawantahkan keyakinan tersebut. Di sini salat telah menjadi kebutuhan bukan lagi beban, atau kewajiban. Manusia adalah makhluk yang memiliki naluri cemas dan harap, ia selalu membutuhkan sandaran, terutama pada saat-saat cemas. Kenyataan membuktikan bahwa bersandar kepada makhluk betapapun kekuatan dan kekuasaannya seringkali tidak membuahkan hasil. ''Hai manusia kamulah orang-orang yang miskin (butuh) kepada Allah dan Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji (Q. S: 35: 15).

Seorang muslim dalam salatnya menghimpun segala bentuk dan cara penghormatan dan pengagungan yang dikenal umat manusia, di sana ada isyarat penghormatan dengan tangan,.. berdiri tetak, menunduk (ruku'), sujud,.. ada puji-pujian, ada doa dan harapan. Penghormatan dan pengagungan ini merupakan salah satu esensi salat. Di sisi lain salat secara harfiah berarti permohonan. Ini berarti yang salat melakukan permohonan kepada Allah. Tidak adil bagi yang salat, bila hanya permohonannya yang dia harapkan terkabul, sedang orang lain yang meminta kepada si pemohon itu, dia abaikan. Bahkan orang semacam ini kata Qur'an bakal celaka hidupnya. ''Celaka yang salat tapi lengah akan salatnya, mereka yang riya' bermuka dua dan enggan memberi pertolongan.'' (Q. S: 107: 5-7).

Hanya lima kali sehari Allah mengundang kita menghadap kepadaNya. Malu rasanya kita, yang memperoleh anugerahNya yang tak terbilang, mengabaikan ajakan itu, apalagi salat merupakan kebutuhan kita sendiri. Malu pula rasanya apabila hanya pada saat-saat terdesak, pada saat cemas dan mengharap, kita baru berkunjung ke hadiratNya.

=================

Dikirim oleh Sa'di Gunawan melalaui meja redaksi SBB

Dan bagi rekan2 yg mempunyai makalah bagus ttg apa saja yg mau disosialisasikan lewat "BERITA TERBARU SBB", silahkan kirim ke alamat : markaz.sbb@gmail.com.

======================================

Komentar.

========

Dianah Suffy menulis (dlm pesan dinding)
jam 12:18 tanggal 06 Agustus 2009

''Celaka yang salat tapi lengah akan salatnya, mereka yang riya' bermuka dua dan enggan memberi pertolongan.''
Naudzubillahimindzaalik, apakah kita termasuk didalamnya, andaikan aku lengah.... ya Allah jauhkan aku dari hal2 yg bisa membuat aku lengah dlm menjalankan prosesi solat amiin ya rabbalalamiin.

---------------------------------------------

Hamid HDT menulis (dlm pesan dinding)
jam 22:47 tanggal 06 Agustus 2009

"Dengan salat, hati, pikiran, lisan, dan anggota tubuh, mengejawantahkan keyakinan tersebut. Di sini salat telah menjadi kebutuhan bukan lagi beban, atau kewajiban. Manusia adalah makhluk yang memiliki naluri cemas dan harap, ia selalu membutuhkan sandaran, terutama pada saat-saat cemas. Kenyataan membuktikan bahwa bersandar kepada makhluk betapapun kekuatan dan kekuasaannya seringkali tidak membuahkan hasil. ''Hai manusia kamulah orang-orang yang miskin (butuh) kepada Allah dan Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji"

Aku pengen sekali menjalankan sholat dg persepsi sebagai kebutuhan dan bukan sebagai beban, subhanallah aku pengen sekali, jujur selama ini ibadah sholat menurut saya pribadi masih bersugesti sebagai beban.

Ya Allah,,,, ridoilah semua amal perbuatanku dan terimalah dengan segala usahaku demi memenuhi kewajiban yg telah dibebankan kepadaku, amiin

===============================================

Catatan SBB.


اعوذ بالله من الشيطان الرّجيم

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الأقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

صدق الله العطيم

Allah berfirman dalam pembukaan Surah Al Isra’: “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” Dari ayat ini bisa kita ambil beberapa pelajaran:

Pertama, bahwa yang Allah isra’kan adalah hamba-Nya (abduhu). Kata hamba maksudnya adalah Rasulullah saw. Ini merupakan deklarasi dari Allah bahwa Rasulullah saw. adalah contoh hamba-Nya. Dialah yang harus dicontoh untuk mencapai derajat kehambaan. Tidak ada yang pantas diidolakan dalam perjalanan menuju Allah kecuali Rasulullah saw. Mengapa? (a) Allah memuji akhlaknya: “Wa innaka la’alaa khuluqin adziim (Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung)” (QS. Al Qalam:4). (b) Rasulullah saw. dijamin masuk surga, maka siapa yang ingin masuk surga tidak ada pilihan keculi dengan mencontohnya. (c) Perbuatan Rasulullah adalah terjemahan hidup dari Al Qur’an. Maka tidak mungkin seseorang paham maksud Al Qur’an tanpa merujuk kepada sirahnya.

Kedua, bahwa isra’ mi’raj ini terjadi hanya semalam. Kata lailan pada ayat di atas, yang artinya “pada suatu malam” adalah penegasan terhadap makna tersebut. Dari sini nampak bahwa kejadian Ira’ mi’raj adalah mu’jizat. Sebab perjalanan sejauh itu di tambah lagi dengan naik ke langit lapis tujuh sampai ke sidratul muntaha adalah jarak yang tidak mungkin ditempuh dengan kendaraan apapun yang dimiliki manusia baik pada saat itu maupun pada zaman teknologi yang sangat canggih seperti sekarang ini. Untuk mencapai bintang terdekat saja dari bumi dengan mengendarai pesawat tercepat di dunia “Challanger” dengan kecepatan 20 ribu km perjam, para ilmuwan mengatakan itu membutuhkan 428 tahun. Sungguh luar biasa kejadian isra’ mi’raj sebagai bukti keagungan Allah sekaligus, sebagai bukti bahwa manusia bagaimana pun pencapain keilmuannya masih tetap tidak ada apa-apanya dibanding dengan kemahakuasaan Allah swt.

Ketiga, Diikatnya antara dua masjid: masjid Al haram dan masjid Al Aqsha menunjukkan beberapa hal: (a) bahwa Allah swt. sangat mencintai masjid. (b) bahwa semua bumi ini diciptakan oleh Allah untuk tempat bersujud. (c) bahwa semua masjid di manapun berada adalah sama, milik hamba-hamba Allah. (d) bahwa siapapun yang mengaku beriman ia pasti mencintai masjid dan meramaikannya. Allah berifirman: “Yang memakmurkan mesjid-mesjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. At Taubah:18). Karena dalam sejarah kita menyaksikan nabi saw. selalu membangun masjid setiap singgah di suatu tempat.

Keempat, kata masjid identik dengan ibadah shalat. Dan perjalan Isra’ mi’raj juga identik dengan penerimaan ibadah shalat, langsung dari Allah swt. Tidak ada ibadah dalam Islam yang diserahkan langsung oleh Allah kepada Rasulullah saw. kecuali shalat. Selain shalat semua ibadah diterima melalui malaikat Jibril alahissalam. Dari sini nampak betapa agungnya ibadah shalat. Dalam pembukaan surah Al Mu’minuun ketika Allah swt. menyebutkan ciri-ciri orang mu’min yang bahagia, penyebutan itu dimuali dengan shalat “alladziina hum fii shalaatihim khaasyi’uun” dan ditutup dengan shalat “walladziina hum ‘alaa shalawaatihim yuhaafidzuun”. Para ulama tafsir ketika menyingkap rahasia ayat ini mengatakan bahwa itu menunjukkan pentingnya shalat. Bahwa shalat merupakan barometer ibadah-ibadah yang lain. Bila shalat seseorang baik, maka bisa dipastikan ibadah-ibadah yang lain akan ikut baik. Sebaliknya bila shalat seseorang tidak baik, maka bisa dipastikan ibadah-ibadah yang lain tidak akan baik. Itulah makna ayat: “Innash sholaata tanhaa ‘anil fahsyaai wal mungkar (sesungguhnya shalat pasti akan mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan mungkar)” (QS. Al Ankabuut: 45).

Di hari Kiamat pun kelak demikian. Shalat tetap menjadi barometer ibadah-ibadah yang lain. Karena itu Nabi saw. bersabda: “Awwalu maa yuhasabu bihil ‘abdu yaumal qiyaamati ashshalaatu (yang pertama kali kelak di hisab pada hari Kiamat adalah ibadah shalat)”. Wallahu a’lam bishshawab.