Sabtu, 01 Agustus 2009

Kibarkan Semangat Menulis Sambil Mengais Rezeki (FD12)


Kibarkan Semangat Menulis Sambil Mengais Rezeki.

Oleh Dianah Suffy menulis pada 15 Juli 2009 jam 7:48


Rayakultura bekerja sama dengan Rohto Laboratories Indonesia menyelenggarakan Lomba Menulis Cerpen Remaja (LMCR) 2009, memperebutkan hadiah senilai Rp 80 juta. Lomba yang bersifat nasional ini, terbuka bagi semua warga negara Indonesia dan terbagi dalam tiga kategori, yakni pelajar SMP, pelajar SMA, dan mahasiswa atau umum. Pengiriman naskah dibuka pada 10 Mei 2009 dan ditutup 3 Oktober 2009. .

Syarat-Syarat Lomba:
1.Lomba terbuka untuk Pelajar SLTP (Kategori A), Pelajar SLTA (Kategori B) dan Mahasiswa/Guru/Umum (Kategori C) dari seluruh Indonesia atau yang sedang studi/dinas di luar negeri
2.Lomba dibuka tanggal 10 Mei 2009 dan ditutup tanggal 3 Oktober 2009
3.Tema cerita: Dunia remaja dan segala aspeknya (cinta, kebahagiaan, kepedihan, harapan, kegagalan, cita-cita, penderitaan, maupun kekecewaan)
4.Judul bebas, tetapi mengacu pada Butir 3
5.Setiap peserta boleh mengirimkan lebih dari 1 (satu) judul
6.Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia yang benar, indah (literer) dan komunikatif serta bukan jiplakan dan belum pernah dipublikasi

7.Ketentuan naskah:
a.Ditulis di atas kertas ukuran kuarto (A-4), ditik berjarak 1,5 spasi, font 12 (huruf Times New Roman), margin kiri kanan rata (justified) maksimal 5Cm
b.Panjang naskah antara 6 – 10 halaman, disertai: sinopsis, biodata dan foto pengarang, foto copy indentitas (pilih salah satu: KTP/Paspor/SIM/Kartu Pelajar/Kartu Mahasiswa) yang masih berlaku
c.Naskah yang dilombakan dicetak/diprint-out masing-masing judul 3 (tiga) rangkap disertai file dalam bentuk CD
d.Naskah yang dilombakan per judul dilampiri 1 (satu) kemasan LIP ICE jenis apa saja atau 1 (satu) segel pengaman SELSUN.
e.Naskah yang dilombakan beserta lampirannya (perhatikan ketentuian Butir 7b, 7c dan 7d) dimasukkan ke dalam amplop tertutup/dilem, cantumkan Kategori Peserta pada kanan atas permukaan amplop dan dikirimkan ke Panitia LMCR-2009 LIP ICE-SELSUN GOLDEN AWARD – Jalan Gunung Pancar No.25 Bukit Golf Hijau Sentul City, Bogor 16810 – Jawa Barat

8.Hasil lomba diumumkan 31 Oktober 2009 melalui website www.rayakultura.net dan www.rohto.co.id
9.Keputusan Dewan Juri bersifat final dan mengikat
10.Naskah yang dilombakan menjadi milik PT ROHTO, hak cipta milik pengarang

Hasil Lomba
Masing-masing kategori: Pemenang I, II, III, 5 (Lima)
Pemenang Harapan Utama, 10 (Sepuluh) Pemenang
Harapan, dan Pemenang Karya Favorit jumlahnya ditentukan kemudian (jika ada/layak)

Hadiah Untuk Pemenang
Kategori A (Pelajar SLTP)
•Pemenang I: Uang Tunai Rp 4.000.000,- + LIP ICE-SELSUN GOLDEN AWARD; Pemenang II: Uang Tunai Rp 3.000.000,- + Piagam LIP ICE-SELSUN; Pemenang III: Uang Tunai Rp 2.000.000,- + Piagam LIP ICE-SELSUN. Untuk 5 (lima) Pemenang Harapan Utama masing-masing mendapat Uang Tunai Rp 1.000.000,- + Piagam LIP ICE-SELSUN. Bagi 10 (sepuluh) Pemenang Harapan masing-masing mendapat Piagam LIP ICE-SELSUN dan Bingkisan
•Hadiah untuk sekolah Pemenang I, II dan III masing-masing memperoleh satu unit televisi

Kategori B (Pelajar SLTA)
•Pemenang I: Uang Tunai Rp 5.000.000,- + LIP ICE-SELSUN GOLDEN AWARD; Pemenang II: Uang Tunai Rp 4.000.000,- + Piagam LIP ICE-SELSUN; Pemenang III: Uang Tunai Rp 3.000.000,- + Piagam LIP ICE-SELSUN. Bagi 5 (lima) Pemenang Harapan Utama masing-masing mendapat Uang Tunai Rp 1.000.000,- + Piagam LIP ICE-SELSUN dan 10 (sepuluh) Pemenang Harapan masing-masing mendapat hadiah Piagam LIP ICE-SELSUN dan Bingkisan
•Hadiah untuk sekolah Pemenang I, II dan III masing-masing memperoleh satu unit televisi

Kategori C (Mahasiswa/Guru/Umum)
•Pemenang I: Uang Tunai Rp 7.500.000,- + LIP ICE-SELSUN GOLDEN AWARD; Pemenang II: Uang Tunai Rp 6.000.000,- + Piagam LIP ICE-SELSUN; Pemenang III:Uang Tunai Rp 4.000.000,- + Piagam LIP ICE-SELSUN. Bagi 5 (lima) Pemenang Harapan Utama masing-masing mendapat Uang Tunai Rp 1.500.000,- + Piagam LIP ICE-SELSUN dan 10 (sepuluh) Pemenang Harapan masing-masing mendapat Piagam LIP ICE-SELSUN dan Bingkisan.

Catatan: •Hadiah untuk Pemenang Karya Favorit (jika ada) memperoleh Piagam LIP ICE-SELSUN
•Semua pemenang mendapat hadiah ekstra 1 (satu) Buku Kumpulan Cerpen Pemenang LMCR-2009
•Pajak hadiah para pemenang ditanggung oleh PT ROHTO LABORATORIES INDONESIA
•Informasi lebih lanjut e-mail ke: lmcr.2009@gmail.com.

Keterangan lebih lanjut mengenai persyaratan lomba dapat diakses melalui situs www.rayakultura.net, atau www.rohto.co.id, atau kirimkan surat elektronik ke lmcr.2009@gmail.com.

Ketua Panitia LMCR-2009
Dra. Naning Pranoto, MA

Sumber : Raya Kultura.

========================================

Komentar.

=======

Mafath Fatih menulis pada 16 Juli 2009 jam 19:36

Lumayan bagus hi akhii.
km selalu peka yuah pd info2 yg beginian hi2...
@Suffy lam knl z yah ma ade km

-----------------------------------------

Muza Roah menulis pada 20 Juli 2009 jam 14:26

makasih yach infonya.............

-------------------------------------

Ayu Auliyah Rahma Makarau menulis pada 21 Juli 2009 jam 13:50

makasih infonya ^_^

-----------------------------------

Hujjah Almanhaj menulis pada 21 Juli 2009 jam 19:05

Syukron atas info dan keikhlasanx.
sungguh q sangat senang sosialisasi yg medel demikian.
sekali lagi terimakasih yah.... boat temanku Dianah.
salam semangat selalu.

------------------------------------

Nanda Munirah menulis pada 21 Juli 2009 jam 19:34

thx atas infonya.
"Siapa yg berbuat baik, maka akan ada balasan baik pula"
walau itu hanya melakukan yg anda lakukan.
jazakumulllah khaoiran jazaa
q sangat suka dan sangat menghargai info anda Dianah.
thx banget Dianah.

---------------------------------

Ayatullah Albiruni menulis pada 24 Juli 2009 jam 1:37

I like the information
thx atas infox

----------------------

Safin Halid menulis pada 25 Juli 2009 jam 12:30

thx atas infonya yah......

================================


Catatan SBB.


MENULIS DAN MEMBACA

Menulis adalah nikmat termahal yang diberikan oleh Allah,
ia juga sebagai perantara untuk memahami sesuatu.
Tanpanya, agama tidak akan berdiri,
kehidupan menjadi tidak terarah...”

(Dari perkataan Qatâdah, Tafsîr al-Qurthûbî, 2002)


Dalam berbagai kesempatan, kita sering menemukan banyak orang yang membicarakan tentang pendidikan. Membandingkan sistem pendidikan Indonesia dengan negara-negara tetangga. Kemudian memposisikan Indonesia sebagai negara yang terbelakang dalam pendidikan. Hal ini tidak hanya sekedar wacana, tapi sudah menjadi hasil analisis oleh lembaga pendidikan nasional dan internasional.

Kejadian di atas, merupakan gambaran umum keadaan pendidikan di Indonesia. Jika kita ulur ke daerah Banten, maka, kita juga akan mendapatkan wacana yang sama tentang pendidikan di Banten; tertinggal, sarana yang belum memadai, bangunan fisik yang masih perlu perbaikan, dsb.

Banyak faktor yang menyebabkan pendidikan di Indonesia menjadi terbelakang. Dalam banyak momentum sering dibicarakan bahwa, kelemahan yang semakin akut dalam pendidikan di Indonesia salah-satunya disebabkan oleh kurangnya kesadaran membaca dan menulis dalam masyarakat. Bahkan, hal ini sempat menjadi bahan selorokan di Jepang, bahwa untuk membedakan orang Jepang dan orang Indonesia di sana sangatlah mudah, cukup dengan melihat apakah dia membaca buku ketika menunggu mobil atau justru mengobrol. Tentu dengan asumsi bahwa yang mengobrol adalah orang Indonesia.

Faktor kelemahan ini juga disinggung oleh Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, A. Chaidar Alwasilah dalam artikelnya "Membangun Mesin Reproduksi Pengetahuan" (Pikiran Rakyat, 12 Januari 2005). Ia menuliskan bahwa, merosotnya perguruan tinggi kita disebabkan lantaran minimnya citations ( jumlah karya tulis dosen) yang dikutip di forum dunia adalah salah satu alat ukur, di antara lima alat ukur, untuk menetapkan kehebatan sebuah perguruan tinggi. Keempat alat ukur lainnya adalah: penilaian oleh sejawat, jumlah dosen asing, jumlah mahasiswa asing, dan rasio dosen-mahasiswa.

Menurut Chaidar, melalui kelima alat ukur tersebut, The Times Higher Education Supplement, menetapkan 200 perguruan tinggi terhebat di dunia pada tahun 2004. Dan, yang menyedihkan, perguruan tinggi di Indonesia tidak ada yang masuk dalam 200 besar, hanya beberapa perguruan tinggi tetangga yang masuk seperti, National University of Singapore (peringkat ke-18), Nanyang University (ke-50), Malaya Univeristy (ke-89), dan Sains Malaya University (ke-111).

Selain Chaidar, masih banyak yang berasumsi bahwa kelemahan pendidikan di Indonesia disebabkan oleh kurangnya kesadaran membaca dan menulis. Sebut saja misalnya, Hernowo (penulis buku ‘Mengikat Makna’) mengungkapkan perlunya paradigma baru dalam membaca dan menulis untuk kalangan akademisi.

Dalam artikelnya “Brain Based Writing” (Pikiran Rakyat, 29 Januari 2005) Hernowo beranggapan, ada kemungkinan, selama ini kegiatan membaca dan menulis sudah kadung menjadi beban (bagi pendidik sekaligus yang dididik). Maka, untuk mengusir beban tersebut, perlu ada perubahan cara berpikir para akademisi di kampus tentang kegiatan membaca dan menulis.

Dalam berbagai disiplin ilmu, dokumentasi dalam bentuk tulisan; makalah, artikel, essay, adalah suatu kegiatan yang harus terus berjalan, meskipun dalam praktek, masih banyak akademisi yang tidak yakin dengan kemampuannya, dan akhirnya mengkopi tulisan orang lain. Ini juga bisa diyakini sebagai salah satu gejala kekurangsadaran dalam menulis. Dalam tataran agama Islam, kita banyak menemukan buku-buku dalam berbagai disiplin ilmu yang ditulis oleh orang Islam terdahulu.

Dalam sejarah tercatat bahwa kejayaan Islam pernah teraih melalui budaya baca-tulis. Bahkan Muhammad, nabi akhir zaman, mendapatkan wahyu pertama yang berbias perintah untuk membaca (iqra’) dan menulis (‘allama bi al-qalam).

Surat al-‘Alaq yang disepakati oleh para ulama sebagai wahyu pertama yang diturunkan kepada Muhammad, memiliki tiga cakupan yang sangat prinsipil: 1) menjelaskan hikmah penciptaan manusia, keutamaan perintah membaca (iqra’) dan menulis (‘allama bi al-qalam) sebagai keutamaan manusia dari makhluk-Nya yang lain. 2) menjelaskan tentang ketamakan manusia terhadap duniawi dan akhirnya hancur karena kecintaannya terhadap dunia, 3) mengkisahkan tentang Abu Jahal yang membangkang terhadap ajaran Nabi. (Prof. Dr. Wahbah Zuhaili, Tafsîr al-Munîr, Jilid 7, 1991).

Wahbah Zuhaili juga menggambarkan bahwa nilai normatif yang ada pada wahyu pertama ini, lebih mengajak kepada manusia untuk memahami urgensi membaca dan menulis. Melalui wahyu pertama, Tuhan memberikan mukjizat kepada Nabi yang dikenal buta huruf, hal ini sebagai pertanda bahwa Tuhan menganugerahkan kepada manusia ‘akal’ yang menjadikan manusia lebih bernilai dibanding makhluk-Nya yang lain.

Perintah baca (iqra’) kepada orang yang buta huruf seperti Muhammad tidak dimaksudkan sebagai bentuk penghinaan atau merendahkan. Tapi, justru hal ini menggambarkan bahwa Tuhan mengantarkan manusia dari dunia ‘gelap’ menuju dunia ‘cerah’ melalui budaya membaca dan menulis.

Dalam wahyu pertama itu, Tuhan menyebutkan kata iqra’ (baca) pada awal surat, kemudian dikaitkan dengan kalimat selanjutnya bismi rabbika al-ladzî khalaq (dengan menyebut nama Tuhanmu yang telah menciptakan). Kemudian Tuhan menyandingkan kata iqra’ (baca) dengan kata ‘allama bi al-qalam (yang mengajari dengan qalam (menulis). Dalam pandangan Wahbah, sandingan ini memiliki kekuatan yang sangat penting bagi manusia, bahwa Tuhan, selain perintah untuk membaca, juga untuk menulis. Bahkan Abdullah bin ‘Amru, seorang ulama salaf mengungkapkan “qayyidû al-ilma bi al-kitâbah” (ikatlah ilmu dengan menulisnya).

Membaca dan menulis adalah dua kegiatan yang saling berkaitan. Hal tersebut menunjukkan bahwa Islam sejak awal sudah menyerukan kepada manusia untuk membaca dan menulis, sebab wahyu Tuhan pun tidak bisa diterima tanpa dibaca terlebih dahulu, dan ia tak akan bisa dinikmati oleh generasi selanjutnya jika tidak ada dokumentasi dalam bentuk tulisan.

Al-Qurthûbî dalam kitabnya al-Jâmi’ li Ahkâmi al-Qur’ân mengungkapkan, pada awalnya orang Arab terkenal dengan sikapnya yang kurang santun (brengsek); berwawasan sempit, Qurtûbi kemudian melanjutkan bahwa, wahyu Tuhan yang pertama (surat al-‘Alaq) adalah mukjizat bagi Muhammad; yakni sebagai media untuk mengangkat Muhammad dari lembah kebodohan menuju lembah cahaya.

Membaca dan menulis adalah media untuk mengantarkan manusia menuju perbaikan. Maka, tidak berlebihan jika Qotâdah, seorang ulama salaf menyatakan: “Menulis adalah nikmat termahal yang diberikan oleh Allah, ia juga sebagai perantara untuk memahami sesuatu. Tanpanya, agama tidak akan berdiri, kehidupan menjadi tidak terarah...” (Tafsîr al-Qurthûbî, 2002).

Jika semangat mengajak membaca dan menulis sudah ada sejak awal datangnya Islam, dan mempunyai posisi yang sangat prinsipil dalam perkembangan Islam, maka, kebudayaan baca-tulis di Indonesia setidaknya bisa diwujudkan dalam wajahnya yang baru. Saat ini, budaya tulis-baca sudah mulai semarak digiatkan oleh para pecinta buku. Banyaknya perlombaan menulis yang diadakan oleh instansi swasta dan pemerintah menjadi semacam daya tarik tersendiri dalam budaya baca-tulis.

Tapi, itu saja belum cukup untuk menjustifikasi bahwa kegiatan membaca dan menulis sudah semakin digandrungi oleh masyarakat. Masih butuh upaya-upaya lain yang mendukung terwujudnya budaya baca-tulis, di antaranya budaya cinta buku. Artikel yang ditulis oleh Chaidar dan Hernowo juga bisa menjadi landasan akan kebutuhan budaya baca-tulis.

[Edi Hudiata HMT]